" Si kecil umurnya berapa ?.. "
" Mbak yang disini belum masuk yaa ?"
Kata demi kata yang ceria begitu terasa, begitu berat dan serak-serak basah. Memang bahasanya terasa standar, bahasa yang mungkin bagi saudara-saudara yang sering ke terminal sangat terasa familiar. Dan ternyata tidak hanya omongannya yang familiar, tetapi orangnya juga sangat mengasikkan, begitu dekat, terasa seperti bicara dengan teman yang sudah lama kenal. Orang yang hangat dan ramah.
Tangan kecil dengan guratan nadi yang nampak menutupi tulang kecilnya senantiasa memegang dengan erat ilmu-ilmu yang banyak dibutuhkan orang. Kepala gundulnya selalu dalam keadaaan klimis seperti tentara, potong pendek. Mungkin dia punya cita-cita jadi tentara tetapi tidak jadi. Baju yang putih transparan memperlihatkan badannya yang kurus kering dengan tulang-tulangnya yang masih kelihatan. Walaupun matanya sepertinya yang berfungsi hanya satu, tetapi senyuman dari mulutnya senantiasa terkembang. Senyum manis seorang kakek kepada sang cucu.
"Mbah, sekarang cucunya lagi dimana nih", seseorang menyeletuk dengan pertanyaan yang selalu sama ditanyakan kepadanya setiap minggu.
"Oh, tenang ajah.. ini nih sekarang dia lagi cari pacar. Ada yang mau ?" seraya ditunjukkan tabloid 'Nyata' yang menampilkan selebriti Dian Sastro.
Benar, memang namanya adalah Sastro. Kami biasa memanggilnya Mbah Sastro.
Dikantor dengan jumlah karyawan yang lebih dari lima ratus orang ternyata rata-rata mengenalnya. Itu belum termasuk dengan teman-teman dari office boy, teman-teman security dan juga tenaga kerja mitra yang terlibat dikantor ini. Jika dihitung mungkin bisa mencapai seribu orang yang tahu tentang dia. Karena mungkin minimal seminggu sekali setiap orang akan bertemu dengannya.
Sepeda motor butut berwarna merah, dengan boncengan yang diberikan tutup kulit seperti pelana kuda, penuh diisi oleh ilmu-ilmu yang disebarkannya kepada setiap orang yang menginginkannya. Tidak peduli apakah dia hanya seorang office boy, tidak peduli apakah dia hanya seorang satpam, atau bahkan dia seorang pejabat tertinggi dengan gaji dua puluhan juta perbulan. Semuanya dia layani secara personal, mengalahkan apa yang perusahaan sebut dengan excellent service. Dia sudah lebih dari itu.
Dan, inilah Sang Loper, "The Messenger" ...
Tak pikir dia juga satu-satunya orang yang tanpa ID Card tapi bebas keluar masuk beberapa gedung kantor tanpa harus dicurigai karena kredibilitas yang sudah tinggi.
ReplyDeleteMbah Sastro juga seorang yang teguh memegang ideologi jawa dan seorang pejuang kehidupan yang gigih, setidaknya untuk diri dan keluarganya.
Oh ya Mas, tak pikir dulu setelah patah tangan karena kecelakaan saat nganter 'ilmu-ilmunya' beliau tidak akan berani mengendarai sendiri sepeda motornya, tetapi ternyata perkiraan saya salah. Beliau tetep tegar wira-wiri kesana kemari pakai motornya.
Nitip salam buat mbah yah :)
he..he..
ReplyDeleteHebat juga ya mbah satro...
Ndak usah id-card2an bisa keluar masuk.
Saya yang dulu pake ID card aja masih ditanya ini itu sampe berkali-kali
he..he..
Salam dari saya juga pak barid :)
Emang, dia ini sesepuh yang sudah 'disepuh' sehingga punya 'power' dan nggak takut ama 'power sindrom'...
ReplyDelete