Monday, April 17, 2006


Dudo pincang ajine sewidak wang
@Abuafi
Solo, 17 April 2006

Sepupuku berkisah tentang cintanya. Cinta ? mungkin sebaiknya bukan diistilahkan cinta. Karena kesan yang diperoleh dari kalimat didepan adalah sebuah kisah antara dua sejoli yang sedang menjalin asmara. Ini hanyalah kisah perkenalan dua jenis manusia yang sama-sama pemula dalam melakoni hidupnya.

Awal perkenalan sepupuku ini (Putra) dengan seorang wanita, sebut saja putri adalah di awali oleh lokasi. Cinlok katanya, jatuh cinta di lokasi kerja. Cinlok memang menjadi trend saat ini, kebanyakan orang akan mengenal seorang pasangannya di lokasi dimana dia sering berada. Dilokasi tempat sekolah, tempat kerja, tempat cangkrukan, tempat clubbing, tempat pengajian, tempat teman, tempat sodara. Semuanya bicara masalah lokasi. Dan dengan kondisi saat ini dimana banyak pemuda/pemudi yang baru saja lulus kemudian sudah dapat pekerjaan atau membuat pekerjaan, sedangkan mereka kebanyakan masih dalam kondisi membujang. Maka potensi atau tempat yang paling memungkinkan seseorang bertemu dengan jodohnya adalah ditempat dimana ia bekerja. Disini pulalah Putra bertemu dengan Putri setelah sekian bulan mereka bekerja pada satu tempat. Sebuah lembaga keuangan di kota terpencil di kaki gunung lawu.

Setelah sekian lama kenal, akhirnya benih-benih itu muncul pula pada si Putra, benih-benih standar untuk seorang anak yang sudah berumur lebih dari dua puluh lima. Tampaknya cukup lama mereka melakukan perkenalan, hingga akhirnya ...

Pertama-tama masalah itu ketahuan oleh Kakakku yang bekerja pada tempat yang sama. Kenapa sudah lebih dari dua hari si Putra tidak muncul-muncul juga di kantor ?. Dicobanya untuk menghubungi via telepon ke HPnya,
"maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar area" tidak diangkat juga, diulangi lagi tetap juga sama.
Hingga akhirnya keesokan hari Putra tiba dan langsung menemui kakakku, mukanya terlihat tampak sedih, agak merah matanya seperti habis begadang.
"Mas, sory yo aku nggak bilang kalo nggak masuk kemarin-kemarin, aku mau keluar dari sini ..."
"Lho sik-sik-sik.. tungu dulu, kenapa ini. kok langsung keluar nggak ada ceritanya. Ada apa tho ?" Kakakku berusaha mencari tahu, dia sangat terkejut karena sepertinya tidak ada apa-apa dengan pekerjaan Putra selama ini.
"Iya mas, gini ceritanya ; Khan mas udah tahu ya aku seneng sama Putri yang kerja ditempat kita juga. Nah beberapa hari lalu kami bincang-bincang tentang tentang rencana masa depan kami sehubungan dengan aturan disini. "
" Aturan apa ? kok pake masa depan-masa depan segala ? "
" Iya mas, Kan salah satu aturan disini adalah tidak boleh ada suami-istri di satu perusahaan, jika ada yang akan menikah maka salah satu harus keluar."
"Oh, yang itu. Iya bener itu" kakakku mengiyakan karena itu memang aturan standar seperti halnya yang ada di perusahaan-perusahaan lain. " Nggak masalah tho ?"
" Iya, dan 3 hari yang lalu Putri mengusulkan agar aku pindah saja cari pekerjaan ditempat lain jika ingin terus berlanjut. Jadi saya yang cabut dari sini." Dengan mata kusam dia melanjutkan,
" Tadinya memang saya pengennya dia aja yang pindah, biar aku nggak repot lagi. Tapi kok kayaknya susah ya maksain dia, jadinya ya aku ngalah aja.."

Kakakku terdiam mendengar ceritanya, hal ini sudah diperkirakan sebenarnya. Tetapi yang tidak diduga adalah, bahwa kenapa malah si Putra yang keluar ?
" Hmm, sebenarnya aku nggak mau mencampuri urusanmu. Tetapi ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan. Apakah kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini ? Apakah kamu tidak sebaiknya menunggu sampai hari pernikahan nanti baru memberi keputusan ? apakah kamu sudah yakin bahwa dengan mengalah untuk keluar ini bukan menunjukkan kelemahan dirimu terhadap wanita itu ? Kenapa bukan dia yang keluar ? Apakah tidak aneh kalau dari awal saja kamu sudah terlalu mengalah ? " Pertanyaan bertubi-tubi diajukan ke Putra oleh kakakku. Dia khawatir dengan perkembangan kisah Putra ini.

Putra diam terpaku mendengar pertanyaan yang sangat banyak dari kakak, dia tidak menyangka akan ditanya sejauh itu. Itu sepertinya bukan pertanyaan tetapi merupakan sebuah saran.
"Ya, sebenarnya agak kurang yakin sih mas, habis gimana ya ? aku takut je kalo dia nanti malah nggak mau lagi sama aku. Ini kan termasuk bukti ku kepadanya. " katanya sambil tersenyum simpul.
"Wis-wis awakmu iku,.. yang jelas Put, kalo yang namanya lelaki itu Dudo pincang ajine sewidak wang. Jadi jangan menjadi orang yang manutan ngono sama wong wedok kasian kamu nanti kalo udah bener-bener jadi keluarga. Diawal-awal saja sudah terlalu mengalah. Seharusnya kamu coba bersikap dihadapannya, bagaimana kalau dia yang keluar." Agak panas juga hatinya melihat ketidakmampuan si Putra.

Putra masih terdiam, dia merasa bahwa sebenarnya kakak memang benar. Tetapi dia hanya bisa membenarkan tidak berani melakukan.
"Mas, sebenarnya 2 hari lalu hingga kemarin aku sudah mencari pekerjaan, dan sudah dapat pekerjaan baru di koperasi bunga."
"Oo jadi sudah dapat tho ? dimana ? Koperasi Bunga ? apakah tidak salah pilih ?.. apakah kamu tahu kondisi koperasi itu bila dibandingkan dengan disini ? " kakakku bertanya lagi.
"Kalo dibandingin memang susah sih, disana kurang menjanjikan jika dibanding disini. Soalnya nggak ada tempat lain mas"
" Ya sudah deh, kalau itu memang maumu. Aku hanya bisa menasehati. Semua tergantung pada dirimu khan kamu sudah dewasa."

Perbincangan itu terjadi sekitar bulan januari lalu. Akhirnya sekitar februari lalu Putra melanjutkan lakonnya dengan meminta keluarganya untuk melamar Putri. Ngirim lamaran dilakukan secara langsung ke hadapan orang tua si gadis. Putri hanya punya ibu, bapaknya sudah tidak ada. Dan akhirnya tanggal perkawinan ditentukan sekitar bulan april.

April telah tiba, tetapi jawaban lamaran tak kunjung tiba. Hingga akhirnya pada hari itu ada telepon berdering dirumah kakakku.
" Assalaamu'alaikum.. ya hallo ?"
Terdengar seperti suara orang pilek, dengan nada yang rada terputus-putus.
seperti orang nangis ?
"Wa'alaikum salam mas.. iki aku Putra"
" O, kamu tha,.. ya ada apa ? "
" Mas aku gak sidho.."
" Gak sidho apa ? "
" Putri nggak mau.. "
" Nggak mau ? hmm pasti masalah rencana pernikahan Putra nih... Lho-lho.. tunggu sebentar, atau gini aja deh kamu datango ke rumah ya sekarang. "

Tidak berapa lama kemudian Putra datang naik motor. Matanya masih saja sembab seperti saat dia bicara dengan kakak waktu itu, bahkan tampak lebih merah dan terlihat dengan jelas diterpa oleh sinar mentari pagi dari puncak lawu.

Akhirnya setelah disuguhi teh hangat sambil duduk di teras rumah mencicipi pisang goreng yang masih panas. Dia mulai bercerita. Matanya menerawang menatap siluet gunung lawu yang seperti putri yang sedang tidur makanya gunung lawu pun terkenal juga dengan 'gunung putri tidur'
"Gini mas..." terbata-bata dia berusaha bercerita
" Hmm,.. gimana ? Sudahlah ini ada tissue, wong lanang kok nangisan" tangan kakak segera mengambil tissue di sampingnya dan memberikan ke Putra.
" Mas aku nggak sidho..gak sido rabi "
" Lho bukannya sudah lamaran ? kok bisa gitu ? kenapa ? "
" Kemarin siang pas aku lagi ngobrol sama putri, secara tiba-tiba putri bilang ke aku kayaknya kita udah nggak cocok lagi, aku langsung kaget kenapa ? bukankah selama ini aku sudah berkorban banyak demi dia, tetapi dia tetep bilang udah nggak cocok. aku langsung syok mas. Aku nggak tau harus berbuat apa lagi .. apakah aku langsung terima penolakannya atau bagaimana ?.. soalnya ibunya sendiri sebenarnya sudah setuju jika dapat menantu aku, aku kasian juga liat ibunya."
" Wah kamu ini, lha yang soro itu kamu kok malah kasian sama ibunya. Jadi gitu ya, wah jadi malah ketahuan kan bagaimana karakternya ? kamu sendiri tahu nggak kira-kira kenapa kok dia nggak mau ? "
" Kayaknya sih karena dia mungkin mau balik sama pacar lamanya. Aku nggak tau nih sekarang gimana ya mas"
" Lha kalo kamu sendiri pinginnya gimana ? "
" Ibuya itu sakit-sakitan sekarang, ibunya sih tetep setuju sama aku. Jadi sampe sekarang juga belum ada balesan lamarane ... "
" kamu itu gimana tho ?.. mau kawin sama ibunya apa sama anaknya ?, kalo emang karena kasian ya jangan gitu. Khan ini menyangkut masa depanmu sendiri, kamu seharusnya bisa menentukan .. jangan jadi orang yang plin-plan.. Kowe iku lanang tenan gak ? " Terasa sekali Kakak sedang menahan amarahnya melihat sikap Putra yang leda-lede.
" Iya mas, aku lanang kok "
" Gini lho kalo calonmu itu ternyata memang nggak mau, sudah biarkan saja, lepaskan dia. Ini adalah berkah bagimu, bukannya musibah. Alloh telah menolongmu agar selamat dari badai yang mungkin akan terjadi lebih besar jika ternyata kamu nekat menikahinya. Khan sudah kubilang dari awal. Dengan melihat indikasi kamu cenderung mengalah itu saja sudah langkah yang keliru. Nah gimana kalo sudh jadi keluarga ? Pasti posisimu nanti akan selalu dibawah istrimu. Selalu mudah diatur, itu sudah menjadi pertanda keluarga yang tidak baik. Syukurlah jika sekarang akhirnya kamu tidak jadi dengan dia. jangan takut kamu adalah lelaki. Insya Alloh masih banyak peluangmu dalam menentukan teman pendamping hidupmu nanti. Dudo pincang ajine sewidak wang. Orang laki itu walapun sudah duda dan pincang pun masih punya 'power' dan dia harus kuat dalam menempuh hidup ini. "

Putra diam dan dengan patuh dia mendengar nasehat dari kakak yang tampak berapi-api memberikan dia semangat agar tetap tegar dalam menempuh hidup yang hanya sekali ini.

Adakah kita seperti dia ?

Note :
1 bil = 0,5 sen, 1 ketip = 10 sen, 2,5 sen = 1 ringgit, 3 tali = sak wang


KUWALAT
@abuafi
Senin, 17 April 2006


Seorang pemuda sedang naik motor dengan kecepatan normal di jalanan sepi di tengah area sawah. Dalam perjalannnya itu secara tidak sengaja dia menyerempet bapak tua yang sedang berjalan di bahu jalan tetapi memang kemudian orang itu secara tiba-tiba berjalan agak ke tengah, mungkin dia sudah agak pikun. Serta merta pengendara motor itu terjatuh walaupun badannya dan motor itu tidak lecet, dia membentak.
" Pak, ati-ati dong kalo jalan. Gara-gara menghindar bapak, saya jadi terjatuh ! "
" Aduh aden, maaf ya. Saya tidak menyadari kalo jalannya agak ketengah jalan. Maap ya den." dengan tatapan mata yang tampak memerah setengah takut orang tua itu meminta maaf.
" Ya udah !.. dasar orang tua.." sepeda motor itu langsung ngeloyor pergi.

Tak berapa lama kemudian, sekitar limaratus meter dari pak tua itu, ternyata ada kecelakaan lagi. Sebuah mobil menyerempet sepeda motor. Dan ternyata pengendara motor itu adalah pemuda yang menyerempet bapak tua tadi. Dia sedang ngelamun memikirkan kecelakaan yang baru saja dialaminya, sehingga tidak menyadarai posisinya yang semakin berhadapan dengan sebuah sedan dari arah berlawanan. Sebuah bel berulang-ulang dari sedang menyadarkannya, otomatis dia banting setangnya ke arah kiri kembali, tetapi terlambat. Bemper depan sedan sempat mencium ujung knalpot sepeda motornya, sehingga oleng dan akhirnya pengendara dan motornya jatuh dan masuk kesawah. Pemuda itu langsung berdiri, badannya tidak apa-apa hanya motornya yang rusak. Dia memaki-maki kepada sopir mobil sedan itu. Karena sedan tersebut melarikan diri.

Apes, adalah kata pertama yang bisa disebut dari cerita ini. Sepintas tampaknya memang suatu rentetan yang berbeda, di kecelakaan pertama pemuda itu tidak ada masalah, biasa naik motor di tempat sepi dengan agak cepat. Kecelakan pertama karena orang tua itu. Dan kecelakaan kedua mungkin memang karena dia sendiri yang agak lengah. Inikah intisarinya ?

Satu hal terlupakan dari kisah ini, sesuatu yang bersifat secara tersirat bukan tersurat. Yaitu kata-kata yang diucapkan oleh pemuda ini. Tidakkah kata-kata itu sangat menunjukkan sifatnya ? sifat anak muda yang pemarah, suka menjadi jagoan, merasa menang, tak mau kalah, dan lain-lainnya. Sebuah kata-kata yang memang jika ditulis dikertas hanya satu baris. Tetapi kata-kata itu adalah senjata, senjata seorang politikus yang berkampanye didepan pendukungnya. Mengucapkan dan menyampaikan mimpi-mimpi. Kata-kata sangatlah mempengaruhi pendengarnya. Membuat terpana, membuat yakin, membuat percaya, membuat sedih, membuat marah, membuat tertawa, membuat sakit, membuat apapun. Semua itu hanya disebabkan oleh kata-kata.

Jika Anda adalah bapak tua tadi, bagaimanakah perasaan Anda saat mendengar kata-kata pemuda tadi ? Ingat kata-kata " Ya udah !.. dasar orang tua.." dari si pemuda saat dia hendak beranjak dari kecelakaan pertama ?. Siapa tidak sakit jika mendengar kata-kata itu ? Siapa yang langsung tidak menekan amarah mendengar kata-kata itu ? Mungkin memang ada yang bisa menahan diri seperti bapak tadi, tapi berapa persen sih ? sampe sepuluh persenkah ?.. Bisa lah dihitung dengan jari orang-orang yang seperti ini. Sangat amat teoritis.

Kecelakaan kedua inilah yang nampaknya menarik. Mungkin secara teori adalah wajar, seorang yang baru saja mengalami kecelakaan, hatinya tidak tenang. dan kemudian akan melakukan perbuatan yang mungkin ceroboh. Sehingga terjadilah kecelakaan kedua itu. Tetapi mungkin ada sesuatu hal kecil yang dilupakan.

Memang benar, tampaknya kata-kata si-pemuda pada kecelakaan pertama menimbulkan efek domino yang besar. Begitu pemuda itu berkata " Ya udah !.. dasar orang tua..", otomatis orang tua itu akan kaget, dalam hati langsung terasa nyeri, sehingga mungkin bisa berakibat munculnya harapan di hati kecilnya agar si pemuda diberi pelajaran. Hal kecil yang tidak dimunculkannya pada roman muka pak tua, tidak pula dimunculkan pada tindakannya terhadap si pemuda. Tetapi suara hati kecil itu sempat muncul. Inilah yang biasanya memang tidak disadari oleh siapapun, tidak pula oleh kita, kita tak pernah menyadari saat berbincang-bincang dengan seseorang, kita tak pernah merekam pembicaraan kita dan efek yang diakibatkan pada orang itu. Ya itu hal kecil yang sangat amat kecil. Tak terasa ternyata itu juga bisa menjadi do'a bagi yang teraniaya.

Mungkin orang tua itu tergolong yang teraniaya, sehingga doa kecil yang hanya tersiratpun didengarkan oleh-Nya. Dikabulkan atau tidak itu sudah bagian dari kehendak-Nya. Wallaahu'alam bisshowab. Tetapi Kuwalat kah ini namanya ?

~b~
resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut