Gebrak Jum’at-an..!!
@abuafi
Surabaya, Jum'at 2 Juni 2006
Kerikil kerikil sepanjang jalan terasa agak pedih saat terkena ujung jempol kaki ini. Sandal jepit yang kupakai memang sandal yang terjelek dari sandal siapapun, sudah bulukan katanya. Memang sengaja membawa sandal jepit itu ke masjid untuk ikutan sholat jum’at di masjid dekat kantor. Yah maklumlah, orang yang menganggap “ambillah yang baik dan buanglah yang buruk-buruk” itu masih ada saja dan diimplementasikan ba’da sholat jum’at, benar-benar waktu yang cocok.
Masjid itu sangat menarik (atau musholla ? sama saja lah yang penting tempat sholat). Sepertinya adalah bekas ruangan yang sebelumnya tidak terpakai, mungkin bekas salah satu kamar pasien. Lokasinya memang merupakan bagian dari sebuah rumah sakit, ada di komplek rumah sakit bagian belakang. Inilah yang menarik, yaitu adanya sebuah masjid dengan fasilitas ber AC plus kipas angin dan tempat wudlu yang layak di sebuah rumah sakit swasta milik yayasan kristen katholik. Sebuah fenomena indah...
Awalnya kutbah jum’at itu berlangsung menarik, isinya cukup berbobot, level mahasiswa pasti tertarik, tetapi sayangnya jamaahnya adalah multi generasi. Sehingga waktu tengak-tengok sekeliling terlihat jelas hanya satu-dua orang yang menengadah, lebih dari delapan puluh persen dibarisanku tertunduk menikmati ‘alunan’ ceramah yang serasa seperti dongeng sebelum tidur.
Tidak tahu apakah sebelum-sebelumnya sudah ada atau belum ya peneliti dari STAIN atau lainnya yang melakukan survey seberapa efektifkah pelaksanaan sholat jum’at saat ini. Apakah jamaah banyak yang tidur ?.. apakah yang muslim selalu ikut sholat yg Cuma seminggu sekali itu ? Siapa sajakah mereka ? Apakah banyak orang berduit atau kebanyakan orang tak berduit ? Tidak tahu.
Itu selalu yang dijawab oleh orang-orang. Apakah benar demikian. Jika dicoba searching ke search engine internet www.google.com kata-kata “shalat jumat”, maka ada lebih dari tujuh puluh ribu kata itu di dunia maya. Adakah diantaranya yang membahas tentang efektifitasnya ? Bisa dikatakan tidak ada. Tetapi ternyata ada juga sedikit tulisan tentang seseorang yang mengeluh kenapa kok dia sering ngantuk kalo pas shalat jumat ?.
Pertanyaan memang terkesan sangat sederhana, tetapi jika tidak pernah dibahas oleh para ulama, akankah ini dibiarkan saja hingga akhirnya kutbah jum’at dinyatakan sebagai bagian dari ’dongeng sebelum tidur’ ?
Dari beberapa kali survey kecil yg dilakukan oleh penulis, ternyata pada satu shaf / baris yang terdiri dari hampir dua puluh orang jamaah, tampak sekali yang mendengarkan kutbah dengan cermat tidak sampai sembilan orang, sepertinya hanya ada tujuh. Jika ternyata terdapat sepuluh shaf, maka yang tertidur nyeyak berarti sekitar seratus sepuluh jamaah tertidur atau ngantuk. Berapa persenkah yang mengantuk ? lebih dari 55% jamaah mengantuk atau tertidur saat sang khatib sedang berkutbah. Apakah angka 55% ini kecil ?
Jika dirunut dari Syarat sah-nya Ibadah Shalat Jum'at : Pertama diadakan di tempat menetap, kedua berjamaah (masalah ini ada khilafiah mengenai bilangan jamaah, ada yang berpendapat harus 40 jamaah, atau lebih 40, atau cukup dua orang), ketiga dikerjakan pada waktu dhuhur (sebagai pengganti shalat dhuhur) dan terakhir didahului dengan dua khutbah. Berarti seseorang musti melaksanakannya setelah dua kutbah, kutbah yang bagaimanakah ?Rukun Khutbah sebenarnya terdiri dari enam bagian : pertama mengucapkan pujian pada Allah (hamdalah), kedua membaca shalawat untuk Rasulullah, ketiga mengucapkan syahadah, keempat berwashiat (menasehati jamaah) dg taqwa dan mengajarkan tentang Addiin, kelima membaca ayat Alqur'an, dan keenam adalah berdoa untuk mukminin dan mukminat pada khutbah ke dua. Secara fisik pada rukun kutbah ini tidak didetilkan, tetapi pada syarat kutbah mungkin bisa lebih jelas.Adapun syarat dua khutbah itu sendiri ada tujuh poin : pertama dimulai setelah masuk waktu shalat dhuhur, kemudian sewaktu khutbah hendaklah berdiri (kondisi fisik), ketiga Khatib duduk diantara dua khutbah (juga fisik), dan keempat hendaklah dg suara yang jelas dan keras sehingga terdengar oleh jamaah (mungkin bisa terwakili dengan sound system), kelima hendaklah berturut-turut baik rukun maupun kedua khutbah, enam adalah Khatib suci dari hadas dan najis, sedangkan yang terakhir adalah bahwa Khatib hendaklah menutup aurat.
Pada syarat kutbah sebenarnya secara fisik sudah ditunjukkan, yaitu kondisi khatib adalah berdiri dan duduk, tidak disebutkan disana apakah bisa jalan-jalan atau tidak. Tetapi momen saat kutbah itu adalah prerogatif dari khatib itu sendiri.
Pada suatu saat Nabi Muhammad sedang berkutbah bahkan sempat memberikan pertanyaan kepada salah seorang jamaah yang kebetulan datang terlambat. Karena jamaah itu langsung duduk maka di tanya oleh Rosul apakah sudah shalat tahiyatul masjid atau belum, karena dijawab belum maka diperintahkannya untuk sholat. Pada hadist ini sedikit banyak memberikan alasan bahwa dialog antara jamaah dengan khatib saat kutbah pun dimungkinkan.
Dari pelbagai hal diatas sebenarnya apakah tidak diperbolehkan kegiatan kutbah jum’at itu dibuat lebih variatif ?
Ada usulan agar kutbah jum’at menggunakan perangkat tambahan seperti LCD projector, komputer, VCD, DVD, TV, dan lainnya sebagai alat bantu pada saat kutbah. Sedangkan untuk mekanismenya pun sebenarnya juga bisa dengan cara yang berbeda. Metode interaktif dengan jamaah misalnya, dengan didukung alat bantu yang canggih maka interaksi langsung dengan jamaah yang agak berjauhan pun masih dimungkinkan.
Itu semua adalah ide sederhana, sebuah usulan yang mungkin hanya bisa sebagai hiasan wacana pemahaman mengenai ibadah shalat jum’at. Kewenangan hal seperti ini memang bukan bagian keahlian dari penulis. Penulis hanya seorang masyarakat awam biasa yang masih banyak belum mengerti perihal penafsiran hadist, Al Qur’an dan kajian pemahaman lain perihal masalah ibadah. Tetapi usulan kecil ini mudah-mudahan sedikit banyak bisa membuka wacana baru dalam pemahaman kita terhadap ibadah ritual sehari-hari.
Sambil mendengar ceramah yang sudah setengah jam lebih. Otak ini ikut hanyut membayangkan bagaimana mereka-mereka yang hari ini jum’atan di Bantul ?.. Bagaimana mereka Jum’atan kalo pada nggak punya sarung ? padahal celananya sudah hampir satu minggu nggak ganti, pasti najis.. Dimana mereka jum’atan ? bagaimana kalo kehujanan ?..
Bagaimana.. ?
Bagaimana.. ?
Zzzzzzz...
”Allahu Akbar Allahu Akbar...” Lantunan Iqamah mengagetkanku sehingga aku terbangun, semua jamaah sudah berdiri siap untuk Sholat Jum’at. Aku langsung berdiri mengikuti yang lain walaupun kaki masih terasa kesemutan.
Ya Alloh, kesenanganku mengkritisi orang ternyata membuatku melupakan untuk membangunkan diri ini agar lebih baik dahulu..Astaghfirullah al adzim.
~b~
@abuafi
Surabaya, Jum'at 2 Juni 2006
Kerikil kerikil sepanjang jalan terasa agak pedih saat terkena ujung jempol kaki ini. Sandal jepit yang kupakai memang sandal yang terjelek dari sandal siapapun, sudah bulukan katanya. Memang sengaja membawa sandal jepit itu ke masjid untuk ikutan sholat jum’at di masjid dekat kantor. Yah maklumlah, orang yang menganggap “ambillah yang baik dan buanglah yang buruk-buruk” itu masih ada saja dan diimplementasikan ba’da sholat jum’at, benar-benar waktu yang cocok.
Masjid itu sangat menarik (atau musholla ? sama saja lah yang penting tempat sholat). Sepertinya adalah bekas ruangan yang sebelumnya tidak terpakai, mungkin bekas salah satu kamar pasien. Lokasinya memang merupakan bagian dari sebuah rumah sakit, ada di komplek rumah sakit bagian belakang. Inilah yang menarik, yaitu adanya sebuah masjid dengan fasilitas ber AC plus kipas angin dan tempat wudlu yang layak di sebuah rumah sakit swasta milik yayasan kristen katholik. Sebuah fenomena indah...
Awalnya kutbah jum’at itu berlangsung menarik, isinya cukup berbobot, level mahasiswa pasti tertarik, tetapi sayangnya jamaahnya adalah multi generasi. Sehingga waktu tengak-tengok sekeliling terlihat jelas hanya satu-dua orang yang menengadah, lebih dari delapan puluh persen dibarisanku tertunduk menikmati ‘alunan’ ceramah yang serasa seperti dongeng sebelum tidur.
Tidak tahu apakah sebelum-sebelumnya sudah ada atau belum ya peneliti dari STAIN atau lainnya yang melakukan survey seberapa efektifkah pelaksanaan sholat jum’at saat ini. Apakah jamaah banyak yang tidur ?.. apakah yang muslim selalu ikut sholat yg Cuma seminggu sekali itu ? Siapa sajakah mereka ? Apakah banyak orang berduit atau kebanyakan orang tak berduit ? Tidak tahu.
Itu selalu yang dijawab oleh orang-orang. Apakah benar demikian. Jika dicoba searching ke search engine internet www.google.com kata-kata “shalat jumat”, maka ada lebih dari tujuh puluh ribu kata itu di dunia maya. Adakah diantaranya yang membahas tentang efektifitasnya ? Bisa dikatakan tidak ada. Tetapi ternyata ada juga sedikit tulisan tentang seseorang yang mengeluh kenapa kok dia sering ngantuk kalo pas shalat jumat ?.
Pertanyaan memang terkesan sangat sederhana, tetapi jika tidak pernah dibahas oleh para ulama, akankah ini dibiarkan saja hingga akhirnya kutbah jum’at dinyatakan sebagai bagian dari ’dongeng sebelum tidur’ ?
Dari beberapa kali survey kecil yg dilakukan oleh penulis, ternyata pada satu shaf / baris yang terdiri dari hampir dua puluh orang jamaah, tampak sekali yang mendengarkan kutbah dengan cermat tidak sampai sembilan orang, sepertinya hanya ada tujuh. Jika ternyata terdapat sepuluh shaf, maka yang tertidur nyeyak berarti sekitar seratus sepuluh jamaah tertidur atau ngantuk. Berapa persenkah yang mengantuk ? lebih dari 55% jamaah mengantuk atau tertidur saat sang khatib sedang berkutbah. Apakah angka 55% ini kecil ?
Jika dirunut dari Syarat sah-nya Ibadah Shalat Jum'at : Pertama diadakan di tempat menetap, kedua berjamaah (masalah ini ada khilafiah mengenai bilangan jamaah, ada yang berpendapat harus 40 jamaah, atau lebih 40, atau cukup dua orang), ketiga dikerjakan pada waktu dhuhur (sebagai pengganti shalat dhuhur) dan terakhir didahului dengan dua khutbah. Berarti seseorang musti melaksanakannya setelah dua kutbah, kutbah yang bagaimanakah ?Rukun Khutbah sebenarnya terdiri dari enam bagian : pertama mengucapkan pujian pada Allah (hamdalah), kedua membaca shalawat untuk Rasulullah, ketiga mengucapkan syahadah, keempat berwashiat (menasehati jamaah) dg taqwa dan mengajarkan tentang Addiin, kelima membaca ayat Alqur'an, dan keenam adalah berdoa untuk mukminin dan mukminat pada khutbah ke dua. Secara fisik pada rukun kutbah ini tidak didetilkan, tetapi pada syarat kutbah mungkin bisa lebih jelas.Adapun syarat dua khutbah itu sendiri ada tujuh poin : pertama dimulai setelah masuk waktu shalat dhuhur, kemudian sewaktu khutbah hendaklah berdiri (kondisi fisik), ketiga Khatib duduk diantara dua khutbah (juga fisik), dan keempat hendaklah dg suara yang jelas dan keras sehingga terdengar oleh jamaah (mungkin bisa terwakili dengan sound system), kelima hendaklah berturut-turut baik rukun maupun kedua khutbah, enam adalah Khatib suci dari hadas dan najis, sedangkan yang terakhir adalah bahwa Khatib hendaklah menutup aurat.
Pada syarat kutbah sebenarnya secara fisik sudah ditunjukkan, yaitu kondisi khatib adalah berdiri dan duduk, tidak disebutkan disana apakah bisa jalan-jalan atau tidak. Tetapi momen saat kutbah itu adalah prerogatif dari khatib itu sendiri.
Pada suatu saat Nabi Muhammad sedang berkutbah bahkan sempat memberikan pertanyaan kepada salah seorang jamaah yang kebetulan datang terlambat. Karena jamaah itu langsung duduk maka di tanya oleh Rosul apakah sudah shalat tahiyatul masjid atau belum, karena dijawab belum maka diperintahkannya untuk sholat. Pada hadist ini sedikit banyak memberikan alasan bahwa dialog antara jamaah dengan khatib saat kutbah pun dimungkinkan.
Dari pelbagai hal diatas sebenarnya apakah tidak diperbolehkan kegiatan kutbah jum’at itu dibuat lebih variatif ?
Ada usulan agar kutbah jum’at menggunakan perangkat tambahan seperti LCD projector, komputer, VCD, DVD, TV, dan lainnya sebagai alat bantu pada saat kutbah. Sedangkan untuk mekanismenya pun sebenarnya juga bisa dengan cara yang berbeda. Metode interaktif dengan jamaah misalnya, dengan didukung alat bantu yang canggih maka interaksi langsung dengan jamaah yang agak berjauhan pun masih dimungkinkan.
Itu semua adalah ide sederhana, sebuah usulan yang mungkin hanya bisa sebagai hiasan wacana pemahaman mengenai ibadah shalat jum’at. Kewenangan hal seperti ini memang bukan bagian keahlian dari penulis. Penulis hanya seorang masyarakat awam biasa yang masih banyak belum mengerti perihal penafsiran hadist, Al Qur’an dan kajian pemahaman lain perihal masalah ibadah. Tetapi usulan kecil ini mudah-mudahan sedikit banyak bisa membuka wacana baru dalam pemahaman kita terhadap ibadah ritual sehari-hari.
Sambil mendengar ceramah yang sudah setengah jam lebih. Otak ini ikut hanyut membayangkan bagaimana mereka-mereka yang hari ini jum’atan di Bantul ?.. Bagaimana mereka Jum’atan kalo pada nggak punya sarung ? padahal celananya sudah hampir satu minggu nggak ganti, pasti najis.. Dimana mereka jum’atan ? bagaimana kalo kehujanan ?..
Bagaimana.. ?
Bagaimana.. ?
Zzzzzzz...
”Allahu Akbar Allahu Akbar...” Lantunan Iqamah mengagetkanku sehingga aku terbangun, semua jamaah sudah berdiri siap untuk Sholat Jum’at. Aku langsung berdiri mengikuti yang lain walaupun kaki masih terasa kesemutan.
Ya Alloh, kesenanganku mengkritisi orang ternyata membuatku melupakan untuk membangunkan diri ini agar lebih baik dahulu..Astaghfirullah al adzim.
~b~